Syarat makanan yang baik dan sehat untuk dikonsumsi adalah sebagai
berikut:
1.
Hygienis, bersih tidak mengandung kuman
atau bibit penyakit atau racun.
2.
Harus bergizi cukup mengandung
kalori, karbihidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
3.
Harus cukup mengandung karbohidrat
dan protein yang memiliki 10 asam amino essensial.
4.
Harus mudah untuk dicerna.
5.
Harus cukup vitamin dan mineral.
Bergizi
Agar
makanan dapat berfungsi dengan baik, maka diperlukan berbagai syarat agar
memenuhi kriteria seperti yang diharapkan. Selain makanan harus mangandung zat
gizi (lemak, protein, karbohidrat, mineral dan vitamin), makanan harus baik dan
tidak kalah pentingnya yang untuk diperhatikan adalah bahwa makan harus aman
untuk dikonsumsi. Setelah ketiga unsur tersebut terpenuhi, maka baru dapat disebut
dengan makanan “Sehat”. Sangat sering diinformasikan bahwa beberapa macam
komponen makanan misalnya zat pewarna sintetis, bahan pengawet, pemanis buatan
dan lain sebagainya yang mengancam kesehatan kita.
Higienis
Kontaminasi yang terjadi pada makanan
dan mimunan dapat menyebabkan berubahnya makanan tersebut menjadi media bagi
suatu penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi
disebut penyakit bawaan makanan (food-borne
diseases).
Foodborne
disease dalam
bahasa Indonesia adalah penyakit yang dihantarkan melalui pangan atau sering
disebut penyakit akibat pangan, disebabkan oleh konsumsi makanan atau minuman
yang telah terkontaminasi.Sebagai tambahan, zat kimia beracun maupun zat-zat
dasar lain yang mengandung bahaya, jika terkandung di dalam makanan yang kita
konsumsi pun dapat menyebabkan penyakit.Kontaminasi makanan mempunyai peranan yang sangat
besar dalam kejadian penyakit-penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan.
Sumber penyakit yang mungkin mencemari makanan dapat terjadi selama proses
produksi yang dimulai dari pemeliharaan, pemanenan atau penyembelihan,
pembersihan atau pencucian, persiapan makanan atau pengolahan, penyajian serta
penyimpanan. Selain hal tersebut sekarang juga masih terdapat penggunaan
bahan-bahan kimia dalam produksi makanan, sehingga dengan sendirinya resiko
kontaminasi oleh bahan-bahan kimia juga tidak sedikit.
Departemen Kesehatan mengelompokkan
penyakit bawaan makanan menjadi lima kelompok, yaitu: yang disebabkan oleh
virus, bakteri, amoeba/protozoa, parasit dan penyebab bukan kuman. Sedangkan
Karla dan Blaker membagi menjadi tiga
kelompok, yaitu: penyakit infeksi yang disebabkan oleh perpindahan penyakit. Penjamah
makanan memegang peranan penting dalam penularan ini. Golongan kedua adalah
keracunan makanan atau infeksi karena bakteri. Golongan ketiga adalah penyebab
yang bukan mikroorganisme.
Salah satu kontaminan yang paling
sering dijumpai pada makanan adalah bakteri Coliform,
Escherichia coli dan Faecalcoliform.
Bakteri ini berasal dari tinja manusia dan hewan, tertular ke dalam makanan
karena perilaku penjamah yang tidak higienis, pencucian peralatan yang tidak
bersih, kesehatan para pengolah dan penjamah makanan serta penggunaan air
pencuci yang mengandung Coliform,
E. coli, dan Faecal coliform.
Pemakaian
bahan tambahan makanan sintetis memang menjanjikan banyak keuntungan, karena
penggunaannya praktis dan mudah diperoleh. Namun di balik keuntungan tersebut
karena bahan sintetis merupakan bahan kimia, maka jika salah penggunaannya akan
membahayakan. Sebagai contoh MSG (Monosodium Glutamat) yang digunakan sebagai
penyedap rasa untuk makanan, pada konsentrasi yang berlebihan dapat menyebabkan
gangguan yang sering 6 disebut dengan “Chinese Restaurant Syndrome”. Gejala
tersebut ditandai dengan perasaan pusing dan berkunang-kunang.
Pewarna
Warna merupakan
faktor yang penting dalam pemerimaan suatu produk pangan oleh konsumen. Zat-zat
warna sintetis selalu dianggap lebih berbahaya dari pada zat warna alamiah.
Keamanan zat warna alamiah dijamin oleh penggunaannya yang telah berlangsung
lama tanpa akibat keracunan.
Pemanis
Jenis pemanis
khusus yang bersifat non nutritif yaitu sakarin dengan kemanisan 300-400 kali
gula pasir, siklamat dengan kemanisan 30-60 kali gula pasir. Pemberian sakarin
pada hewan percobaan ternyata dapat menyebabkan pembentukan tumor, sedang
siklamat dapat berfungsi sebagai promotor terbentuknya sel kanker. Oleh karena
itu penggunaan pemanis non nitritif banyak menimbulkan perdebatan dan di
beberapa negara bahkan sudah dilarang untuk dipakai dalam makanan
Pengawet
Pengawet
makanan merupakan bahan yang ditambahkan pada makanan untuk mencegah atau
menghambat terjadinya kerusakan atau pembusukan makanan.Penggunaan pengawet
terutama dilakukan oleh perusahaan yang memproduksi makanan mudah rusak. Dengan
pemberian bahan pengawet tersebut, diharapkan makanan tetap terpelihara
kesegarannya. Selain juga mencegah terjadinya kerusakan bahan
makanan.
Berdasarkan
Permenkes No.722/88 terdapat 26 jenis pengawet yang diizinkan untuk digunakan
dalam makanan. Adapun kelompok pengawet tersebut adalah: asam benzoat, asam
propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil p-hidroksi benzoat, kaloum
benzoat, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat,
kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoat, kalsium propionat, kalsium
sorbat, natrium benzoat, metil-p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natirum
metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitrit, natrium propionat, natrium
sulfit, nisin, propil-p-hidroksi benzoat. Penggunaan pengawet tersebut harus
mengikuti takaran yang dibenarkan.
Ada juga bahan pengawet yang dilarang
karena berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan seperti: formalin dan borak.
Sayangnya kedua bahan di atas masih sering digunakan pada produk-produk home
industri seperti tahu, mie, mengawetkan ikan, daging, buah, dan sayuran dengan
kadar yang tak terkontrol. Para nelayan misalnya, tidsk sedikit memilih
menggunakan formalin dari pada es batu karena faktor murah dan praktis.
Buah-buahan di supermarket juga rawan formalin (bahan pengawet).
Dalam bidang
industri formalin digunakan dalam produksi pupuk, bahan
fotografi, parfum, kosmetika, pencegahan korosi, perekat kayu lapis, bahan
pembersih dan insektisida, zat pewarna, cermin dan kaca. Formalin digunakan juga
sebagai pembunuh kuman dan pengawet sediaan di laboratorium dan
pembalsaman mayat.
Berbagai data dari MSDS (Material Safety
Data Sheet) di bidang industri yang ada memberikan informasi
mengenai bahaya formalin. Formalin umumnya terdiri dari
bahan formaldehid 37% dan metil alkohol 10-15 %, terdapat dalam
larutan-larutan dalam berbagai kepekatan dan mempunyai bau yang menyengat
dan bersifat racun. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang maka formaldehid
dapat merusak hati, ginjal, limpa, pankreas, otak dan menimbulkan kanker,
terutama kanker hidung dan tenggorokan.
formalin atau borak juga dapat
menimbulkan gangguan hati, jantung, pencernaan, kanker dan ginjal dan lainnya.
Pada dosis cukup tinggi, pengawet ini bisa mengakibatkan, pusing, mual, dan
muntah, mencret, kram perut, kejang, depresi susunan saraf dan gangguan
peredaran darah. Dalam dosis kecil, pengawet akan diserap tubuh dan efeknya
baru akan dirasa setelah akumulasi (jumlah) pengawet dalam tubuh tinggi. Kadar
formalin hingga 60% bisa dikurangi dengan cara meredam dengan air, air leri
(perasan beras) atau air garam selama 1 jam.
Makanan
yang mengandung formalin umumnya awet dan dapat bertahan lebih lama.
Formalin dapat dikenali dari bau yang agak menyengat dan kadang-kadang
menimbulkan pedih pada mata. Bahan makanan yang mengandung formalin
ketika sedang dimasak kadang-kadang masih mengeluarkan bau khas formalin
yang menusuk.
Ikan
asin yang mengandung formalin akan lebih putih dan bersih dan lebih tahan lama
dibandingkan ikan asin tanpa pengawet yang agak berwarna lebih coklat. Mi basah
yang mengandung formalin akan lebih awet dan ketika dimasak masih akan
tercium bau formalin. Tahu yang mengandung formalin akan lebih
kenyal dan berbau formalin sedangkan yang tidak mengandung formalin akan
lebih mudah pecah dan berbau khas kedelai. Ikan dan ayam yang
mengandung formalin akan lebih putih dagingnya dan awet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar